Jakarta, MobilKomersial.com – Akhir-akhir ini praktik Over Dimension Over Loading (ODOL) di jalan raya kembali marak. Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aprtindo) menilai penindakan ODOL di lapangan masih setengah hati. Kendati demikian, Aptrindo berharap penindakan praktik overload tidak hanya pada menyasar perusahaan angkutan barang, tapi juga ke pemilik barang.
Terkait praktik ODOL, Wakil Ketua II Aptrindo Sugi Purnoto mengatakan harus ada perbedaan yang jelas antara overload dan overdimensi. Karena, menurut dia, praktik over dimensi tidak selalu overload, begitu juga sebaliknya.
Menurut Sugi, motif dari overdimensi adalah mendapatkan keuntungan besar dari pentarifan muatan yang sifatnya per kubik. Sedangkan overload, kata Sugi, berasal dari metode pentarifan yang sifatnya per tonase.
Baca juga: Begini Cara Kerja WIM yang Buat Negara Menghemat 7,45 Miliar Per 10 Tahun
”Untuk angkutan ringan, seperti snack dan mie instan, ini diberikan tarif per kubik. Agar mendapat keuntungan yang besar, pemilik kendaraan memperlebar truk di kiri, kanan, belakang dan atas agar mendapat tagihan yang besar,” jelas Sugi kepada MobilKomersial.com, Rabu (20/1/2021).
Terkait overdimensi, Sugi menuturkan bila pemilik barang tidak ada kaitannya dengan overdimensi. Karena, menurut dia, overdimensi adalah murni antara pemilik kendaraan dan pihak karoseri atau bengkel yang menerima modifikasi.
”Mengapa terjadi overdimensi itu ada dua hal. Pertama memang dari awal perusahaan angkutan membuat kendaraannya over dimensi. Ada juga yang melakukan modifikasi setelah pulang dari karoseri atau dari KIR. Pemilik barang melakukan modifikasi atau penambahan panjang sasis, modifikasi belakang rear over hang (ROH) atau di sisi kiri, kanan atau ditinggikan,” jelasnya.
next >